Banyak wajah di kota metropolitan yang kulihat hari ini. Namun, selalu menjadi pertanyaan mendasar yang selalu aku pikirkan ketika aku melihat paras ibukota. Tiada permasalahan yang tak dirasa setiap harinya. Tak lelahkah engkau Jakarta? Bagaimana tampakmu dikemudian hari? Akan kuapakan dirimu? Apakah aku orangnya? Aku harus apa? Bisakah aku?
Sejak ku kecil, aku selalu bersamamu. Mengetahuimu dari semua sudut pandang mu. Tak semua mengerti apa yang kau mau. Lalu, aku sendiri bertanya. Mengapa angka kelaparan dan kemiskinan tidak reda? Kriminalitas dimana-mana. Mengapa kaum-kaum elitmu terus berkuasa sementara dibawah sana ada yang menjerit kesusahan? Pro dan kontra berterbaran.
Seketika aku berpikir apa yang harus kulakukan selanjutnya? Memperbaikimu? Sedangkan aku hanya berjuang sendiri? Berada di dalam mu, namun tetap saja, aku tak bisa merubahnya. Atau diam saja, apatis, tidak peduli, dan membiarkan anak cucuku mengiba pada tanah airnya? Sementara banyak diluar sana suara provokasi yang bergema.
Entahlah, aku tidak bisa menjawabnya. Saat ini yang aku tau, tak sedikit yang mau merubahmu. Aku berdoa untuk itu. Semoga engkau tak salah langkah. Mau dibawa kemana nantinya, ku harap engkau seperti yang aku kenal dulu.
Teruntuk Jakarta di bulan Juli, ketika aku masih 20.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar